BKPM Urai Sumbatan Investasi Industri Baja Tekan Impor

NERACA

Jakarta – Guna menekan angka impor baja yang cukup besar, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan bahwa pihaknya akan mengurai berbagai macam hambatan yang terjadi untuk investasi sektor baja. Berdasarkan data OECD, kebutuhan baja nasional mencapai 12,69 juta ton pada 2013, 8,19 juta ton di antaranya berasal dari impor dengan nilai sebesar US$14,9 Miliar.

“Saya optimis langkah BKPM mengurai sumbatan investasi sektor baja dapat menekan angka impor baja karena banyak rencana investasi yang masih terhambat (pipeline project),” ujar Franky dalam keterangannya, Rabu (14/1).

Dari data BKPM, proyek PMDN dan PMA di bahan dasar dan bahan baku baja yang telah memperoleh Izin Prinsip (pipeline projects) dalam periode 2010-2014 nilainya cukup besar yaitu PMDN sebesar Rp 59,8 triliun dan PMA sebesar US$15,2 milar. Total realisasi investasi terdiri dari PMDN sebesar Rp 17,2 triliun (26%) dan PMA sebesar US$4,8 miliar (74%).

Franky menambahkan untuk mengurai sumbatan investasi BKPM adalah melakukan pengecekan dan fasilitasi rencana investasi yang masuk dalam pipeline dan bersinergi dengan kalangan investor baja untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Beberapa isu yang dikeluhkan pelaku usaha adalah kenaikan tarif listrik dan pengarusutamaan penggunaan produk baja dalam negeri.

BKPM juga mencatat realisasi investasi sektor baja selama 2010-kuartal 3 2014 menyerap tenaga kerja 148.851 ribu orang, dimana 58% di antaranya diserap oleh PMA. Sementara dari sisi lokasi investasi, masih terpusat di Jawa sebanyak 96% proyek baik PMA dan PMDN, dan sisanya (4%) di luar Jawa. “Korsel, Jepang, British Virgin Island, Republik Rakyat Tiongkok, dan Singapura merupakan lima negara investor terbesar di sektor industri ini,” ungkap Franky.

Permintaan Naik

Direktur Industri Material Logam Dasar Ditjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Irmawan mengatakan tren permintaan logam besi baja terus meningkat. Pada 2015, kebutuhannya sangat dipengaruhi kebijakan kabinet baru terhadap akselerasi proyek infrastruktur. “Saya harap dengan pemerintah baru bisa lebih mempercepat proyek infrastruktur sehingga kebutuhan barang logam lebih tinggi lagi,” tuturnya.

Chairman Indonesia Iron and Steel Industries Association (IISIA) Irvan Kamal Hakim mengatakan permintaan baja nasional pada ini diperkirakan naik 8,4% dibanding tahun lalu. Namun ditengah pertumbuhan permintaan, industri baja nasional akan mengalami sejumlah tekanan. Ia menjelaskan, salah satu permasalahan di industri baja adalah banyaknya impor. “Ada pertumbuhan permintaan tapi kalau yang isi impor ya percuma kan,” ujar Irvan.

Menurutnya pertumbuhan permintaan yang tinggi tidak akan berarti jika yang mengisi adalah baja impor. Selain gempuran impor, tantangan industri baja tahun depan adalah mengenai harga baja yang belum kunjung membaik. Harga yang kurang baik disebabkan karena produksi baja China atau Tiongkok yang tinggi. Tiongkok memiliki kapasitas produksi 750 juta ton per tahun, setengah dari kebutuhan baja dunia yang sebesar 1,5 miliar ton.

Walau ada perlambatan ekonomi di China dan dunia sehingga permintaan baja juga menurun, namun alih-alih mengurangi produksi produsen baja Tiongkok masih terus mempertahankan target produksi. Alhasil terjadi kelebihan pasokan baja di dunia. Harga baja pun jadi anjlok, karena pasokan lebih banyak dari permintaan. Adapun baja-baja Tiongkok itu masuk dan membanjiri Indonesia, sehingga baja produksi dalam negeri harus bersaing ketat.

Selain soal harga baja, industri baja juga bergantung dari nilai tukar rupiah yang tak kunjung membaik. Pasalnya bahan baku produksi baja seperti biji besi masih impor, dan bahan baku energi seperti gas juga menggunakan kurs dollar. Belum lagi industri baja, masih harus menghadapi kenaikkan tarif dasar listrik yang terus meningkat tahun ini. Beban energi mengantungi 20%-30% dari beban produksi perusahaan.

“Faktor-faktor eksternal inilah yang sulit ditebak dan tak bisa dikontrol perusahaan. Ini membuat merah laporan keuangan perusahaan baja hampir di seluruh dunia,” ujar Irvan.